Selasa, 22 November 2011

Resensi Buku "Negeri 5 Menara"

Resensi Buku "Negeri 5 Menara"

 
 
Judul buku                    : Negeri  5 Menara
Pengarang                     : A. Fuadi
Penerbit                         : PT Gramedia Pusat Utama
Kota tempat terbit         : Jakarta
Tahun terbit                   : 2009
Tebal                             : xiii +  423 halaman
Harga                            : Rp 50.000,00

Alif Fikri yang berasal dari Maninjau, Bukittinggi, adalah seorang anak desa yang sangat pintar. Ia dan teman baiknya, Randai, memiliki mimpi yang sama: masuk ke SMA dan melanjutkan studi di ITB, universitas bergengsi itu. Selama ini mereka bersekolah di madrasah atau sekolah agama Islam. Mereka merasa sudah cukup menerima ajaran Islam dan ingin menikmati masa remaja mereka seperti anak-anak remaja lainnya di SMA. Alif mendapat nilai tertinggi di sekolahnya yang membuatnya merasa akan lebih terbuka kesempatan untuk Amak (Ibu) memperbolehkannya masuk sekolah biasa, bukan madrasah lagi. Namun Amak menghapus mimpinya masuk SMA. “Beberapa orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah agama karena tidak cukup uang untuk masuk ke SMP atau SMA. Lebih banyak lagi yang memasukkan anaknya ke sekolah agama karena nilainya tidak cukup. Bagaimana kualitas para buya, ustad, dan dai tamatan madrasah kita nanti? Bagaimana nasib Islam nanti? Waang punya potensi yang tinggi. Amak berharap Waang menjadi pemimpin agama yang mampu membina umatnya,” kata Amak yang membuat harapan anaknya masuk SMA pupus.
Dengan membaca pembuka novel tersebut, dapat dengan mudah kita menerka nuansa apa yang akan kita rasakan sampai pada selesainya novel ini. Ya, nuansa Islam. Pembukaan ini merupakan pembukaan yang baik di mana pembaca dapat berharap banyak dan berimajinasi akan jadi apa Alif ini. Pemimpin negara? Atau pemimpin besar agama? Sayangnya sampai akhir, penulis kurang mampu memperlihatkan dinamika dalam cerita. Klimaks cerita kurang menonjol sehingga pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Setelah selesai membaca, pembaca akan merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya. Mungkin akan lebih baik jika penulis membuat konflik-konflik yang lebih tegang atau menuliskan ending yang lebih memukau pembaca.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat menarik. Ringan, deskriptif, dan mengalir serta mampu memperkaya kosakata dan wawasan berbagai macam bahasa daerah. Di dalam novel ini terdapat bahasa daerah Maninjau, Medan, Sunda, dan Arab. Tidak tertinggal catatan kaki di bagian bawah yang menjelaskan arti dari kata tersebut. Ungkapan-ungkapan dan peribahasa juga terdapat dalam penulisannya, seperti “man jadda wajada” yang paling sering dicantumkan. “Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil.” Ungkapan-ungkapan seperti ini sangat penting dalam sebuah novel karena mampu memberikan semacam trade mark yang membuat novel ini lebih terkenang di hati pembaca.
Novel ini menceritakan berbagai kisah sederhana kehidupan di Pondok Madani, pesantren modern yang akhirnya menampung Alif di dalamnya. Suka, duka, persahabatan, dan pengajaran-pengajaran PM yang sederhana namun mengena. PM berbeda dengan sekolah agama lainnya karena di sini para murid dilatih untuk menjadi intelektual dan mampu menganalisa berbagai ilmu dari sudut pandang Islam. Sehari-harinya mereka wajib menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Jika melanggar, tidak mungkin tidak terlepas dari hukuman. PM sangat ketat dengan pengawasan dan kedisiplinannya.
Biarpun masuk karena terpaksa, namun Alif mulai menyukai kehidupan di pondok. Terlebih lagi, ia sangat menikmati hidup persahabatannya dengan Sahibul Menara – sebuah sebutan penghuni PM terhadap Alif dan 5 teman lainnya – yang selalu berkumpul di bawah menara tertinggi di Pondok Madani. Mereka adalah Said, Baso, Raja, dan Atang. Persahabatan lekat yang dijalin bersama sangat cukup menjadi penghiburan bagi Alif. Tapi di satu sisi ada kegelisahan mengetahui teman baiknya – Randai – sudah masuk SMA terbaik yang pernah mereka idamkan bersama, sudah melewati masa SMA dengan penuh tawa, dan dengan bahagia berhasil merebut impian mereka tertinggi: masuk universitas di ITB. Pertanyaan “jadi apa aku nanti?” terus terngiang dalam kepalanya mengingat ijazah PM tidak diakui walaupun sangat diakui di luar negeri.
Satu lagi kelebihan novel ini. Pembaca tidak akan bosan membaca kehidupan di pondok karena penulis rupaya menggunakan alur campuran. Ia memulai cerita dengan mengambil setting Alif yang sudah bekerja lalu mulai masuk ke dalam ingatan-ingatan Alif akan kehidupannya dulu di Pondok Madani. Setelah cukup panjang menceritakan tentang pondok, ia mulai beralih lagi ke kehidupan Alif masa sekarang.
Novel ini dapat menjadi satu pengharapan bagi Indonesia, setidaknya masih ada pemuda di luar sana yang rela memberikan dirinya dipakai masa depan. Bukan menempatkan masa depan di tangan sendiri untuk ia tentukan. Merupakan satu penghiburan bahwa masih ada orang-orang yang sungguh-sungguh rela belajar dan mengasah diri untuk dapat memberikan sumbangsih pada dunia, terutama pada tanah airnya sendiri. Namun novel ini juga dapat menjadi kisah yang mengiris hati karena menyadarkan kita bahwa hampir tidak ada generasi muda yang seperti itu, bahkan mungkin.. Termasuk kita sendiri?

Selasa, 08 November 2011

Puisi Ibundaku Sayang



Ibundaku Sayang

Oh … Ibundaku sayang
Kau kandung aku selama 9 bulan
Meskipun terasa berat, tapi …
Kau tak merasakannya
Karena engkaulah sosok ibu yang baik

Oh … ibundaku sayang
Kau lahirkan aku dengan kesakitan
Dengan mengorbankan jiwa dan raga
Untuk anakmu tersayang
Rasa sakit itupun kau rasakan sendiri

Oh …. Ibundaku sayang
Engkau merawatku sedari kecil sampai aku remaja
Tak pernah sesekali engkau menyaliti anakmu
Hanya rasa kasih sayang
Yang tulus dari sosok keibuan
Yang telah engkau berikan

Oh … Ibundaku sayang
Kenakalanku sewaktu kecil
Tak perbah engkau memarahinya
Mungkin semua itu aku
Tak bisa membalasnya

Oh … Ibunda sayang
Kau belai lembut rambutku
Penuh dengan rasa kasih sayang

Oh … Ibundaku
Walaupun aku memberikan suatu pohon emas
Tapi, pasti itu tidak bisa membalas semua
Pengorbananmu untuk anakmu, ibu….

Oh … ibuu ….
Maafkanlah aku anakmu
Ibu … yang belum bisa membahagiakanmu ibu ….
Terima kasih ibu
Atas kasih sayangmu selama ini kepadaku

Pidato Perpisahan Bahasa Jawa


PEPISAHAN


Assalamu'alaikum, Wr. Wb.
Karaharjan, katentreman, karahayon miwah kamulyan mugi tansah tinampiya ing sasami.
Bapak Kepala Sekolah ingkang dahat kula kurmati.
Bapak Ibu Guru ingkang dahat kinurmatan.
Rencang saha adik-adik ingkang kula tresnani.
Saderengipun kula ngaturaken wosing gati, sumangga kula dherekaken ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti ingkang akarya jagad. Inggih karana asih saha wilasanipun ndadosaken kula saha panjenengan sedaya saged makempal sesarengan kanti boten wonten alangan satunggal punapa.
Sedaya ingkang sampun kepareng lenggah, wosing gati ingkang badhe kula aturaken punika kirang langkung. Kula minangka wakilipun siswa kelas 3, ngaturaken agunging panuwun ingkang tanpa upami awit keikhlasan saha sih katresnan Bapak Ibu Guru anggenipun nggulawentah dhumateng para siswa. Mahanani saged ngrampungaken kuwajibanipun ingkang sampun kalampahan sadangunipun 3 tahun. Boten kantun ugi kula sarencang nyuwun pangapunten ingkang agung menawi wonten kalepatan.
Bapak Ibu Guru tuwin adik-adik ingkang satuhu kula kurmati saha kula tresnani. Sedaya ingkang kula aturaken wonten ing ngajeng saged kapundhut dudutanipun kirang langkung makaten. Kula sarencang namung tansah nyuwun tambahing donga pangestu saking Bapak Ibu Guru saha adik-adik. Sageda pikantuk pawiyatan luhur kagem ngangsu kawruh ngelmu ingkang langkung inggil. Ingkang boten nglajengaken, sageda pikantuk pedamelan ingkang sae.
Sedaya ingkang sampun kepareng rawuh, kula kinten cekap semanten atur kula, tartamtu tasih kathah lepat saha kekiranganipun. Karana kula ngrumaosi tasih kirang aruming bausastra saha kirang pinter anggen kula angrakit basa. Sewu agenging kalepatan kula nyuwun agunging samodra pangaksami, ing wasana nuwun.
Wassalamu'alaikum, Wr. Wb.

Etos Kerja

“Tiap-tiap diri itu dibalas sesuai dengan apa yang ia usahakan.” (Thaahaa [20]: 15)

Bekerja untuk kehidupan dunia merupakan salah satu kewajiban setiap muslim setelah melaksanakan ibadah wajib (fardhlu). Islam memerintahkan umatnya untuk selalu mempersiapkan bekal akherat. Tetapi Islam tidak menginginkan hal itu dilakukan secara berlebihan hingga melupakan kebahagiaan hidup di dunia. Maka setiap Muslim dianjurkan agar tekun dan rajin dalam bekerja mencari penghidupan dunia. Keduanya harus berjalan selaras, Islam tidak ingin umatnya berada dalam kemiskinan dan kebodohan dengan dalih mencapai keshalehan individu.
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan akhirat), dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi.” (Al-Qashash [28]: 77)

Bekerja untuk kepentingan dunia dalam pandnagan Islam bisa juga dinilai sebgai ibadah. Kerja yang dimaksud bukanlah dengan sekehendak hati ataupun hanya memburu kesenangan sesaat. Ada adab serta tata cara yang mesti dipatuhi agar hasil kerja yang dilakukan dapat mencapai nilai maksimal dan bermanfaat bukan saja di dunia tetapi juga menjadi amal bagi kehidupan kelak di akherat.


Pertama, mengawali dengan niat yang baik.
Dalam sebuah hadits disebutkan amal itu tergantung pada niatnya. Untuk itu bekerja pun harus dengan niat yang benar, yakni mencari ridha Allah semata. Paling tidak diawali dengan membaca bacaan Basmalah atau membaca do’a. Dalam Al-Qur’an disebutkan, yang artinya, “Dan katakanlah: ‘Ya, Tuhanku, masukakanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (Al-Israa’ [17]: 80)

Kedua, bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan
Allah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka manusia diperintahkan untuk saling ta’aruf dan tolong-menolong sesuai peran yang diembannya. Tugas setiap diri adalah mengenali potensi yang dimilikinya untuk kemudian dijadikan modal dalam berusaha. Adakalanya seseorang mempunyai kelebihan fisik (tenaga), tetapi akal dan modal finansialnya terbatas maka ia dapat mengoptimalkan tenaga itu untuk bekerja. Allah Swt. berfirman artinya,

“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra’ [17]: 84)

Ketiga, memilih pekerjaan yang baik dan halal meskipun sulit
Setiap tahun angka pengangguran di negara kita kian membengkak. Sulitnya mencari kerja menyebabkan sebagian dari saudara kita ada yang menempuh cara apapun untuk mendapatkan pekerjaan. Salah satunya dengan praktek KKN dan suap-menyuap yang bukan rahasia lagi.
Tetapi Islam menghendaki agar umatnya tetap selektif dalam mencari pekerjaan meski sulit. Pekerjaan yang baik dan halal lebih disukai meskipun hasilnya sedikit, daripada pekerjaan yang mendatangkan keuntungan banyak tetapi tidak halal. Karena keberkahan rizki yang kita terima tidak terletak pada banyak sedikitnya hasil. Namun terletak pada cara mencari dan untuk apa dipergunakan rizki itu.
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah [5]: 100)

Keempat, bekerja dengan sungguh-sungguh
Kesungguhan dan kerja keras sangat diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan. Bahkan dikatakan kesuksesan itu ditentukan oleh 1% bakat dan 99% kerja keras. Dengan kerja keras seseorang tidak akan cepat putus asa apabila gagal. Sebaliknya ia akan tetap bertahan dan mencoba langkah (metode) lain hingga berhasil.
Allah berfirman, artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj [22]: 78)

Kelima, mengoptimalkan potensi diri yang ada
Untuk mengoptimalkan potensi diri diperlukan latihan yang terus-menerus. Karena umumnya seseorang tidak mengetahui seberapa besar potensi yang dimilikinya. Salah satu solusinya ialah dengan tidak takut untuk mencoba dan mencari pengalaman.
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).” (Al-An’aam [6]: 135)

Keenam, tidak setengah-setengah dalam bekerja
Melaksanakan pekerjaan yang sudah dipilih tidak boleh hanya sekenanya saja. Tetapi harus diusahakan agar mencapai hasil maksimal baik secara kwalitas maupun kwantitas. Karena Allah telah mencontohkan bagaimana Dia menciptakan dunia ini dengan sebaik-baiknya
Allah berfirman, artinya, “Yang membuat sesuatu Dia ciptakan sebaik-baiknya.” (As-Sajdah [32]: 7)
Dalam ayat lain, “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Al-Qashash 28]: 77)

Ketujuh, bekerja dengan efektif
Dalam bekerja unsur efektifitas haruslah menjadi prioritas. Baik mengenai waktu, tenaga maupun pendanaan. Sebab segala sesuatu itu kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Untuk dapat lebih efektif dapat disiasati dengan menyusun rencana kerja yang matang sehingga segala sesuatunya dapat terlaksana dengan lancar.
Allah berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Al-Mukminun [23]: 3)

Kedelapan, melakukan evaluasi
Dalam suatu proses pekerjaan tentu tidak selamanya akan berjalan sesuai rencana yang kita inginkan. Untuk itu kita perlu melakukan evaluasi terhadap hasil dari apa yang telah kita kerjakan maupun apa yang belum bisa kita kerjakan. Agar kita bisa mengetahui faktor-faktor yang menghambat kerja kita. Sehingga kita bisa mencari solusi di masa yang akan datang.
Allah berfirman yang artinya, “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (Al-Hasyr [59]: 18).

Kesembilan, mengiringi setiap usaha dengan do’a
Bagi seorang muslim doa bukan saja merupakan sebuah permohonan tetapi juga dikatgorikan sebagai ibadah. Mengiringi kerja dengan doa merupakan formula yang efektif karen tanpa pertolongan Allah manusia tidak akan mampu berbuat apa-apa. Kita hanya mampu berusaha sedangkan hasilnya Allah-lah yang menentukan.

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Al-Mu’minun [40]: 60)

Itulah sebagian ajaran Islam mengenai etos kerja. Sekarang tinggal bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Semoga berhasil! Wallahu ‘alam bi ashawab.